Minggu, 26 April 2015

Otoritas Jasa Keuangan


Otoritas Jasa Keuangan atau OJK adalah suatu lembaga negara yang didirikan berdasarkan UU No.21 Tahun 2011 yang mandiri dan tidak terpengaruh oleh campur tangan pihak lain, memiliki fungsi, tugas dan wewenang dalam pengaturan, pengawasan dan penyelidikan kepada keseluruhan kegiatan di bidang jasa keuangan. Pimpinan tertinggi Otoritas Jasa Keunagan adalah dewan komisioner uang memiliki sifat kolektif dan kolegial. Anggota dewan komisioner yang memiliki tugas memimpin pelaksanaan pengawasan pada setiap kegiatan jasa keuangan dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada dewan komisioner adalah kepala eksekutif.
1. Tujuan Otoritas Jasa Keuangan
Ada beberapa tujuan terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan, yaitu sebagai berikut:
a. Supaya semua kegiatan di bidang jasa keuangan terlaksana dengan teratur, transparan, adil dan dapat dipertanggungjawabkan.
b. Supaya semua kegiatan di bidang jasa keuangan dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara kontinyu dan seimbang
c. Semua kegiatan di bidang jasa keuangan dapat melindungi segala kepentingan konsumen dan masyarakat.

2. Fungsi Otoritas Jasa Keuangan.
Fungsi otoritas jasa keuangan berfungsi sebagai penyelenggara sistem pengaturan dan pengawasan yang terpadu terhadap semua kegiatan di bidang jasa keuangan.

3. Tugas Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas jasa keuangan bertugas sebagai berikut:
a. Mengawasi dan mengatur segala kegiatan jasa keuangan di bidang perbankan.
b. Mengawasi dan mengatur segala kegiatan jasa keuangan di bidang pasar modal, dan
c. Mengawasi dan mengatur segala kegiatan jasa keuangan di bidang dana pensiun, perasuransian, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya.


4. Wewenang Otoritas Jasa Keuangan
Dalam melakukan tugas pengawasan dan pengaturan di wilayah perbankan maka Otoritas Jasa Keuangan memiliki wewenang sebagai berikut.
a. Pengawasan dan pengaturan mengenail segala kelembagaan Bank yang mencakup:
1) Izin pendirian bank, pembukaan kantor bank, rencana kerja, anggaran dasar, kepemilikan, sumber daya manusia, kepemilikan, kepengurusan, konsolidasi, akuisisi bank, merger, dan pencabutan izin usaha bank.

b. Pengawasan dan Pengaturan mengenai kesehatan bank mencakup:
1) Rentabilitas, solvabilitas, likuiditas, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, pencadangan bank, dan rasio kecukupan modal minimum.
2) Laporan bank yang berhubungan dengan kinerja bank dan kesehatan bank.
3) Sistem informasi peminjam atau debitor.
4) Pengujian kredit, dan
5) Standar akuntansi bank.

c. Pengawasan dan pengaturan mengenai aspek kehati-hatian bank yang mencakup sebagai berikut:
1) Tata kelola bank
2) Manajemen Resiko
3) Pemeriksaan bank
4) Prinsip mengenali nasabah dan anti pencucian uang.
5) Pencegahan pembiayaan kepada teroris dan kejahatan perbankan.




Untuk melakukan tugas pengaturan maka Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang sebagai berikut:
a.       Menetapkan aturan sesuai UU RI No. 21 tahun 2011.
b.      Menetapkan aturan UU di wilayah jasa keuangan.
c.       Menetapkan aturan dan keputusan Otoritas Jasa Keuangan.
d.      Menetapkan aturan mengenai pengawasan di wilayah jasa keuangan.
e.       Menetapkan kebijakan mengenai tugas Otoritas Jasa Keuangan.
f.       Menetapkan aturan mengenai tata cara penetapan perintah secara tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu.
g.      Menetapkan aturan mengenaik tata cara penetapan pada pengelola statuer pada Lembaga Jasa Keuangan.
h.      Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta memelihara, mengelola dan menatasusahakan kekayaan dan kewajiban dan
i.        Menetapkan aturn mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai ketentuan aturan perundang-undangan di wilayah jasa keuangan.

Untuk melakukan tugas Pengawasan maka Otoritas Jasa Keuangan memiliki wewenang sebagai berikut:
a.       Menetapkan kebijakan operasional dalam pengawasan pada setiap kegiatan jasa keuangan.
b.      Mengawasi pelaksanaan tugas pengawsan yang dilakukan oleh kepala eksekutif.
c.       Melaksanakan pemerikasaan, pengawasan, penyidikan, perlindungan konsumen dan menindak Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang di wilayah jasa keuangan.
d.      Memberikan perintah secara tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan atau pihak tertentu.
e.       Melakukan penunjukan siapa pengelola statuter;
f.       Menetapkan penggunaan para pengelola statuter;
g.      Menetapkan hukuman administratif terhadap pihak yang dianggap melanggar dari aturan undang-undang di wilayah jasa keuangan dan
h.      Memberikan dan atau mencabut:
Izin usaha, Surat tanda terdaftar, Izin orang perseorangan, Efektifnya pernyataan pendaftaran, Pengesahan, Persetujuan melakukan kegiatan usaha,persetujuan atau penetapan pembubara, dan, Penetapan lain, sebagaimana termaksud dalam aturan perundang-undangan di wilayah jasa keuangan.


Struktur organisasi OJK terdiri atas:
Dewan Komisioner OJK
Pelaksana Kegiatan OperasionalStruktur Dewan Komisioner terdiri atas:
a.       Ketua merangkap anggota;
b.      Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;
c.       Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;
d.      Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;
e.       Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota;
f.       Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
g.      Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen;
h.      Anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan
i.        Anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat Eselon I Kementerian Keuangan.
j.        Pelaksana kegiatan operasional terdiri atas:
k.      Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I;
l.        Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis II;
m.    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan Sektor Perbankan;
n.      Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang Pengawasan Sektor Pasar Modal;
o.      Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang Pengawasan Sektor IKNB;
p.      Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko; dan
q.      Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen memimpin bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.






Contoh Ojk Di Negara Lain

Jepang dan Prancis berhasil memisahkan pengawasan lembaga keuangannya. Di situ terlihat jelas, betapa pentingnya koordinasi yang harmonis antara bank sentral dan otoritas jasa keuangan yang mengawasi lembaga keuangan. Apriyani Kurniasih
Di negara Sakura ini, fungsi pengawasan perbankan merupakan kewenangan pemerintah Jepang yang dalam pelaksanaannya dilakukan FSA (Financial services Agency). Secara umum, fungsi FSA di Jepang mencakup beberapa hal pokok.
            Satu, menyusun rencana dan mengambil keputusan di bidang sistem keuangan. Dua, memeriksa dan mengawasi lembaga keuangan swasta, termasuk perbankan, perusahaan sekuritas, perusahaan asuransi, dan pelaku lain di pasar modal seperti broker.
            Tiga, membuat ketentuan terkait dengan perdagangan di pasar uang (securities markets). Empat, menetapkan standar akuntansi dan keuangan perusahaan. Lima, mengawasi kantor akuntan publik dan perusahaan audit.
            Enam, berpartisipasi pada berbagai forum internasional, baik bilateral maupun multilateral, terkait dengan isu keuangan dalam rangka mengembangkan tata kelola administrasi keuangan sesuai dengan standar internasional. Terakhir, mengawasi pelaksanaan ketentuan di pasar keuangan (surveillance of compliance of rules in securities markets).
            Belajar dari pengalaman, berbagai gejolak keuangan yang terjadi telah menegaskan pentingnya bank sentral memiliki informasi yang lengkap dan terkini tentang kondisi perbankan dan likuiditas di pasar uang.
            Bank of Japan (BOJ) sejak sekitar delapan dekade yang lalu telah menerapkan mekanisme kerja yang memungkinkan BOJ dapat memiliki akses informasi yang lengkap, terkini, dan akurat tentang kondisi perbankan dan likuiditas di pasar uang Jepang.
            Hal itu penting dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangannya dan sebagai dasar dalam perumusan serta implementasi kebijakan moneter di Jepang.
            Terkait dengan isu koordinasi pengawasan perbankan antara BOJ dan FSA, berdasarkan informasi yang tersedia, di Jepang tidak terdapat mekanisme yang jelas bagaimana koordinasi tersebut dilakukan.

Namun, berdasarkan undang-undang (UU) yang ada (The Bank of Japan Act No. 89 Tahun 1997), dijelaskan bahwa FSA dapat meminta laporan pemeriksaan lembaga keuangan yang dilakukan BOJ.
            Dalam praktiknya, tetap ada koordinasi pengawasan antara BOJ dan FSA pada setiap periode. Langkah ini ditempuh untuk menghindari overlappingpemeriksaan dan beban yang berlebihan (overburden) dari lembaga keuangan yang akan diperiksa. Dalam situasi tertentu, BOJ dapat mengundang pejabat FSA untuk membahas permasalahan penting yang terjadi dengan lembaga keuangan di Jepang atau sebaliknya.
            Jepang dan Prancis merupakan contoh negara yang berhasil memisahkan pengawasan lembaga keuangannya. Di situ terlihat jelas, betapa pentingnya koordinasi yang harmonis antara bank sentral dan otoritas jasa keuangan yang mengawasi lembaga keuangan. Lalu, apa yang membuat implementasi FSS gagal di Korea Selatan? Pemerintah Korea Selatan memutuskan untuk memisahkan fungsi pengawasan perbankannya dari Bank of Korea (BOK) dengan membentuk Financial Supervisory Service (FSS) pada 1999. Walaupun pada awalnya sebagian besar staf dan pemimpin FSS berasal dari satuan kerja di BOK yang menangani fungsi pengawasan perbankan, nyatanya itu tidak menjadi jaminan bahwa aliran informasi terkait dengan kondisi perbankan dan keuangan di Korea Selatan dapat diakses BOK.
            Penyebabnya, tidak terdapatnya mekanisme kerja dan dasar hukum yang kuat bagi BOK untuk dapat mengakses berbagai informasi yang diperlukan terkait dengan perbankan dan lembaga keuangan. BOK telah menempuh berbagai upaya dan telah mengusulkan kepada pemerintah untuk mengamandemen UU BOK agar dapat memperoleh kewenangan dan akses informasi terkait dengan perbankan di Korea, seperti yang dilakukan BOJ. Namun, sejauh ini berbagai upaya tersebut mendapat penolakan dari pihak FSS.
            Belajar dari cerita sukses dan gagalnya penerapan OJK di negara lain, Budi menyimpulkan, pembentukan OJK sah-sah saja dilakukan. Sesuatu yang harus ditekankan, menurut dia, adalah bank sentral tetap harus mempunyai akses dan informasi data yang lengkap mengenai industri keuangan. Koordinasi mutlak diperlukan. “Saya pribadi berpendapat, model yang ideal untuk diterapkan di sini yang seperti di Jepang itu,” ujar Budi Rochadi, Deputi Gubernur Bank Indonesia.Apabila OJK memang tetap harus dilahirkan, maka pemerintah perlu melakukan analisis dan rujukan yang tidak hanya benar, tapi juga sesuai untuk diterapkan di Indonesia.

Untuk mencapai suatu pengawasan yang optimal, tidak cukup dengan metode dan sistemnya saja yang harus bagus, tapi juga harus sesuai dengan kondisi spesifik sebuah negara dan struktur pemerintahannya. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar